Sabtu, 24 Desember 2011

MUHAMMADIYAH DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI SULAWESI SELATAN


1.       Muhammadiyah kembali aktif
Berita tentang proklamasi kemerdekaan baru diketahui secara terbatas didaerah Sulawesi Selatan sekitar bulan September 1945, yakni setelah Dr. Sam Ratulangi dan Andi Pangeran Petta Rani telah berada didaerah ini sekembalinya menghadiri momentum bersejarah, proklamasi kemerdekaan tersebut.
Warga Muhammadiyah yang selama pendudukan Jepang mengendapkan kegiatannya, setelah menyambut berita proklamasi kemerdekaan itu dengan kembali bersemangat melanjutkan perjuangannya. Tanpa instruksi dan koordinasi, mereka bertekat memunculkan eksistensi organisasi  dan bahagian-bahagiannya dengan penuh kewaspadaan. Hal ini ditempuh karena Muhammadiyah senantiasa berusaha dalam kondisi apapun dan situasi bagaimanapun harus menampakkan diri sebagai organisasi dakwah, bukan organisasi politik.
namun demikian, disemua tingkat kepengurusan, mempunyai pandangan dan sikap yang sama untuk menata kembali organisasi dan menghidupkan amal usahanya, seraya melibatkan diri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

2.       Warga Muhammadiyah dalam Pemberontakan Bersenjata
Pada tanggal 23 September 1945, pasukan sekutu terdiri dari tentara Australia ditambah dengan tentara Gurkha (Inggris) mendarat dikota Makassar. Mereka dengan tugas melucuti dan menawan Jepang.
Sampai akhir September 1945, beberapa tempat dan bangunan vital dikota Makassar telah diambil alih dan dikuasai oleh pasukan sekutu. Bekas-bekas KL dan KNIL semakin mendemonstrasikan kekuasaannya setalah memegang senjata.
Mengetahui usaha Belanda untuk kembali berkuasa dengan pemerintahan NICA-nya, ditambah lagi dengan kejengkelan melihat ulah tentara Belanda yang tertawan oleh Jepang, semangat dan jiwa pemuda-pemuda semakin bergejolak. Anggota-anggota Muhammadiyah, terutama yang pernah aktif dikepanduan  Hizbul Wathan tampil memegang peran dalam mengordinisir perlawanan rakyat ini, bersama-sama pemuda dari golongan lain. Terbentuklah kelasykaran-kelasykaran, baik dikota Makassar maupun didaerah-daerah :
*      Komandan kelasykaran Pemuda Lipang Bajeng dipolong bangkeng (Takalar).
*      Kelasykaran “Berjuang Untuk Kemerdekaan dan Agama” disingakt “BUKA”.
*      Kelasykaran Rakyat Pallangga, disingkat KERAP.
*      Pemberontak Bulukumba Angkatan Rakyat, disingkat PBAR.
*      Kelasykaran Penerjang Penjajah Indonesia, disingkat PPI di Bantaeng.
*      Kelasykaran Lasykar Pemberontak Rakyat Turatea, disingakt LAPTUR.
*      Kelasykaran Rakyat di Daerah Luwu.
Letnan  Jenderal H.J. Van Mook, mensponsori dan mempelopori konperensi dimalino pada tanggal 15 sampai 25 Juni 1946. Konperensi tersebut kemudian disusul dengan konperensi Denpasar (Bali) pada tanggal 8 Desember 1946.
3.       Konperensi Darurat Muhammadiyah Daerah Sulawesi Selatan di kota Makassar
*      Ada 2 alasan Konsulat Muhammadiyah memandang perlu mengadakan pertemuan (konperensi) pada saat itu ialah:
a.       Banyaknya desakan dari daerah-daerah agar Muhammadiyah kompak dan utuh menghadapi keadaan.
b.      Sulitnya melakukan hubungan dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta guna memperoleh petunjuk dan pedoman menghadapi keadaan yang semakin genting.

*      Konperensi itu memutuskan dan mengambil sikap sebagai berikut:
a.       Muhammadiyah Cabang Makassar mendukung sepenuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.      Memperjuangkan keputusan tersebut agar menjadi putusan konperensi darurat Muhammadiyah Daerah Sulawesi Selatan.

*      Konperensi darurat (istimewa) itu berlangsung selama 2 hari dengan menetapkan keputusan yang sangat bersejarah dan berbobot, yaitu:
1.       MUHAMMADIYAH DI DAERAH SULAWESI SELATAN BERDIRI DI BELAKANG REPUBLIK INDONESIA YANG BERPUSAT DI YOGYAKARTA.
2.       MUHAMMADIYAH SULAWESI SELATAN TETAP DIBAWAH KOORDINASI PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH DI YOGYAKARTA.
Para peserta konperensi kembali ke daerahnya dan menyebarluaskan keputusan konperensi itu, seraya pendapat yang disebutkan terakhir, terkesan lunak dan organisatoris itu, mendapat tantangan dan kritikan tajam, bahkan terlontar ucapan yang mengatakan bahwa suara-suara yang demikian dianggap mengkhianati perjuangan kemerdekaan.
Amal usaha, terutama dibidang pendidikan yang baru saja dimulai dibangun kembali setelah lumpuh dibawah kekuasaan Jepang, terpaksa ditangani dengan menggunakan sisa-sisa tenaga yang ada diranting dan cabang.

IV.    Pengorbanan Warga Muhammadiyah Dalam Membela dan Mempertahankan Kemerdekaan di Sulawesi Selatan.

Memasuki semester kedua tahun 1946, perjuangan rakyat Sulawesi Selatan menghadapi colonial semakin meningkatkan setiap hati dan semakin menjadi bulan-bulanan gempuran pasukan NICA, maka para pejuang menghimpun kekuatan didaerah-daerah.Sejak bulan Pebruari 1947, terjadi pertempuran sekitar 57 kali.
Dalam bulan Desember 1946 merupakan bulan perwujudan kebrutalan dan kebuasan Westerling dan pasukannya. Westerling bersama pasukannya melakukan aksi pembantaian .
Jatuhnya korban yang tidak sedikit dalam mempertahankan kemerdekaan, tidaklah menyebabkan lemahnya semangat dan keberanian warga Muhammadiyah terutama pemuda-pemudanya.
Sampai waktu penyerahan kedaulatan pada bulan Desember 1949 mekanisme organisasi sudah mulai berjalan, hubungan surat-menyurat telah dapat dilakukan berjenjang naik berturun tangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar