Rabu, 21 Desember 2011

SEKILAS TENTANG MUHAMMADIYAH


Muhammadiyah merupakan organisasi islam yang telah dikenal, jauh sebelum Indonesia merdeka. Ketika belanda masih menjajah, seluruh rakyat Indonesia sangat menderita. Norma agama porak-poranda akibat pengaruh belanda tampak telah mewarnai kehidupan pada saat itu.
Keinginan belanda berkuasa semakin menjadi-jadi, bukan saja hanya ingin menguasai tanah air Indonesia, melainkan juga ingin menguasai hati dan jiwa seluruh bangsa Indonesia. Mereka yang belajar disekolah belandatidak diajari ilmu agama islam, meskipun mereka yang beragama islam. Tradisinya pun mengikuti tradisi Kristen yang memang menjadi missinya.
Disisi lain, pendidikan alternatif pada waktu itu adalah sekolah agama islam, namun hanya mengkaji kitab gundul tanpa mempelajari pengetahuan umum.
Keterbelakangan sebagian besar rakyat Indonesia dalam hal beragama juga tampak semakin parah. Pengenalan Tuhan hanya mereka lakukan dengan jalan mereka apa yang terlintas dipikiran mereka. Sementara tidak kalah gencarnya para penginjil terus-menerus keluar masuk rumah penduduk menawarkan dagangan idiologisnya.

Muhammadiyah didirikan

Akibat penjajahan belanda yang berkepanjangan, mengakibatkan kebodohan dan  keterbelakangan melanda seluruh kepulauan Indonesia yang dikenal kaya dengan hasil bumi. Hal ini mengakibatkan kebencian rakyat Indonesia untuk bersatu dan serentak melawan pwnjajah.
Seperti halnya diYogyakarta, tingkah laku penjajah tampak semakin brutal. Tekanan- tekanan belanda telah merusak jiwa dan moral bangsa.
Melihat kondisi tersebut, KH. Ahmad Dahlan –seorang ulama dari Kauman, di Yogyakarta-bangkit dan mengajak masyarakat Yogyakarta untuk segera keluar dari perangkap kebodohan itu. Dan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 8 November 1912 Miladiah, didirikanlah suatu wadah perjuangan yang kemudian dikenal dengan nama Muhammadiyah. Sebuah wadah perjuangan yang bertujuan untuk membimbing umat islam  kepada Agama Islam yang murni yang telah dikotori dan untuk mempetahankan tanah air. Muhammadiyah sebagai wadah pergerakan yang menggunakan dasar dan pendekatan ialam, menyatukan potensi bangsa Indonesia untuk mengusir para penjajah dari bumi persada tercinta ini, serta menyelamatkan umat islam dari praktek-praktek beragama yang keliru.
Karena itulah dari awal pergerakan ini, Muhammadiyah  telah menetapan dakwanya kepada 2 sasaran yakni untuk perorangan dan untuk masyarakat. Dalam rangka mencapai cita-cita mulia, suatu obsesi terwujudnya masyarakt utama adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.
Inilah motivasi KH. Ahmah Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang kemudian terus diperjuangkannya, diwariskan dari generasi ke generesi, sampai kepada kita saat ini sebagai penerus risalah Nabi Muhammad SAW. Dan wajib kita teruskan menjaga ajarannya serta menyampaikan kemuhaannya kepada seluruh umat manusia.

Usaha-usaha Perbaikan Pemahaman
Terhadap Ajaran Islam di Sulaawesi Selatan

Berabad-abad sebelum datangnya agama Islam keSulawesi Selatan, penduduknya telah mengenal dan menata kehidupannya dengan ajaran-ajaran animism, dinamisme dan kepercayaan Saweridgading. Dibutuhkan kesabaran dan tekat kuat untuk terus mendakwahi mereka agar hidaya Allah sampai kepada mereka.
Pada permulaan abad ke-20, beberapa ulama dari Sulawesi Selatan yang menunaikan haji ditanah suci Mekkah kemudian bermukim beberapa lama dan memperdalam pengetahuan agamanya disana.
Pada mulanya, sepulang haji, para ulama mengadakan pengajian terbatas hanya dikediamannya masing-masing. Para ulama itu menyampaikan ilmunya tanpa upah. Mereka sekaligus menjadi panutan yang sangatdisegani, dihormati dan dipatuhi nasehatnya.
Para pengikut pengajian yang sudah mahir dan mempunyai pemahaman yanh memadai tentang islam, selanjutnya memberikan pengajian didaerah masing-masing. Dalam perkembangannya para kader ulama atau murid pengajian itu pada umumnya dipercaya oleh masyarakatnya menjadi imam, khatib bahkan menjadi penghulu (qadli) ditempatnya. Inilah salah satu penyebab cepatnya Islam itu tersebar luas.
Demikian pemahaman terhadap ajaran Islam itu mulai tumbuh, bagaikan fajar yang mulai menyingsing ditengah kegelapan dan keterbelakangan yang menyelimuti masyarakat Sulawesi Selatan.
Membudayanya adat kebiasaan sesaat serta adanya kebiasaan buruk masyarakat tersebut menjadi peluang besar bagi kaum colonial belanda untuk menjalankan siasat liciknya.
Kesadaran akan perlunya pemberian pemahaman terhadap tuntunan-tuntunan dan ajaran-ajaran islam lebih teratur lebih terarah, agak mengilhami para ulama itu. Pada dasawarsa ke-20 itu pula, usaha-usaha pendidikan sebagai upaya menyadarkan umat islam di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan, dalam bentuk perubahan sistem dan sasarannya. Pada madrasah- madrasah yang diatur secara klassikal ini diajarkan pengajaran umum sebagai pelajaran tambahan, namun dalam porsi yang sedikit. Adapun dipengajian-pengajian, hanya disajikan pelajaran-pelajaran agama dan bahasa arab.

Lahirnya Organisasi “Asshirathal Mustaqiem”

Sebagaimana dinyatakan dimuka, terbentuknya orgainisasi Jam’iyatul Khair dijakarta tahun 1905, sebagai organisasi untuk penghimpunan dan meningkatkan kesadaran umat islam telah member pengaruh kepada pemuka-pemuka islam ditempat lain, termasuk dikota Makassar pada waktu itu. Pengurus dan anggota-anggota jamaah masjid dikampung butung tercatat sebagai pelopor  dari terbentuknya sau organisasi umat islam yang dinarnakannya “As-Shirathal Mustaqiem”, nama yang diambil dari kalimat Al-Qur’an pada surah Al-Fatihah yang artinya “jalan lurus”.
Tidak kurang dari 40 orang anggota jamaah masjid kampong butung itu menjadi anggota pertama dari organisasi ini, dengan pengurusnya yang terdiri dari:
Haji Abdul Razak                                                               sebagai Voorzitter (ketua)
Haji Muharninad Qasiln                                                                 sebagai Vice Voorzitter (Wakil Ketua)
Muhammad Said                                                              sebagai Sekretaris (Penulis),
dan beberapa anggota pembantu yang diistilahkan dengan commissaris; antara lain Haji Abdullah, Khatib pada masjid tersebut, yang kemudian menjadi pendiri dan Konsul Muhammadiyah Sulawesi yang pertama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar